Musim kawin ujian sudah tiba. Terutama buat siswa yang mau lulusan. Kalau dah mau lulusan gini nih. Pasti ada ujian prakteknya kan? Apalagi bahasa indonesia. Waaah.. mulai dari ngedongeng, cerpen, puisi, pidato, sampai berpantun. Disini, saya memberikan sebuah cerpen yang saya dapat dari buku kumpulan cerpen oleh Veronica Widyastuti dari pustaka ola milik saya. Cerpen ini juga saya jadikan cerita di ujian praktek. Silahkan membaca.
Murid-murid kelas 5 SD Merah Putih Bandung masih ribut ketika bel masuk berbunyi. Masalahnya, jam pertama pelajaran matematika. PR-nya banyak sekali. Keributan baru mereda ketika yang masuk ke kelas adalah Ibu Kepala Sekolah, bukan Pak Bandi, guru matematika mereka.
“Selamat pagi, anak-anak! Hari ini ibu membawa seorang teman baru. Ferdinand masuklah!” ujar Ibu Kepala Sekolah. Serempak anak-anak menoleh ke arah pintu. Keheningan di kelas itu menjadi gaduh lagi ketika murid baru tersebut masuk. Anak itu berambut keriting, berkulit gelap, dan bertubuh kecil. Di bibirnya tersungging senyuman lucu.
“Eh, rambutnya keriting, kayak mie goreng,” bisik Tanto cekikikan. “Wajahnya seperti Boim, temannya Lupus,” celetuk Tomi. Anak-anak perempuan pun saling melirik, berbisik-bisik sambil tertawa kecil.
Ferdinand tetap tersenyum, lalu ia menyapa, “Selamat pagi, teman-teman.” Anak-anak tertawa lagi mendengar suaranya yang berlogat aneh. “Anak-anak, Ferdinand ini berasal dari Flores. Ayahnya ditugaskan di Bandung, jadi dia harus ikut dan bersekolah disini,” jelas Ibu Kepala Sekolah. “Ada yang ingin kalian tanyakan pada Ferdinand?”
Setelah hening sebentar, Ita sang ketua kelas mengacungkan jari, “Ferdinand,kamu sekarang tinggal di mana?” tanya Ita. “Di Perumahan Bandung Asri Jalan Cemara nomor tiga,” jawab Ferdinand sambil tersenyum. Berikutnya, Tanto mengacungkan jarinya, “Ferdinand, kok, rambutmu bisa keriting begitu? Habis kesetrum, ya?” serentak anak-anak tertawa mendengar pertanyaan itu.
Tok! Tok! Tok! Ibu Kepala Sekolah mengetokkan penghapus ke meja, “Ibu harap kalian bisa bersikap sopan dan tidak mempermainkan teman baru kalian!” kata Ibu Kepala Sekolah. “Ferdinand, sekarang kamu boleh duduk di bangku di sebelah Aldi yang kosong.
Ketika jam istirahat, anak-anak mulai menggoda Ferdinand. Namun Ferdinand tetap tersenyum. “Hei, kok, kamu senyum-senyum terus dari tadi?” timpal Surya. “Eh, jangan ganggu Ferdinand, dong!” teriak Ita. “Iiihh... Ita kok, jdi galak? Mentang-mentang rumahmu dekat Ferdinand ya, di Bandung Asri,” goda Tomi, disambut tawa anak-anak lain.
“Ferdinand, gimana kalau kamu kuberi nama gaul?” usul Tomi. “Nama gaul apa?” tanya Ferdinand. “Nama yang lebih nge-trend daripada Ferdinand. Gimana kalau kamu kupanggil ‘Iting’?” jawab Tomi. “Iting? Apa maksudnya?” tanya Ferdinand lagi. “Itu singkatan dari ‘keriting’!” Tawa anak-anak langsung meledak. “Aku sih tidak keberatan! Malah akan jadi nama populer buatku,” jawab Ferdinand sambil tetap tersenyum. Sejak itu, anak-anak memanggil Ferdinand dengan nama Iting.
Hari demi hari berlalu, anak-anak mulai akrab dengan Ferdinand. Tetapi mereka masih saja tetap menggodanya. Ajaibnya, Ferdinand tidak pernah marah dan hanya tersenyum kalau diganggu. Suatu hari, Ita bertanya, mengapa Ferdinand tidak pernah marah dan hanya tersenyum kalau diejek. “Kenapa harus marah?” jawab Ferdinand. “Mereka kan tidak menyakitiku. Aku malah merasa diperhatikan. Lagipula, dengan tersenyum kita bisa meredakan kemarahan. Juga membuat orang lain senang dan merasa bersahabat.” Ita salut mendengar jawaban itu.
Ujian semester datang dua minggu kemudian, disusul dengan penerimaan rapor. Ketika para orang tua keluar dari kelas, anak-anak menyambut dengan gaduh. Seluruh murid kelas 5 terkejut ketika tahu siapa yang menjadi juara kelas.
Anak-anak memberi selamat kepada Ferdinand. Dengan senyumannya yang khas, ia berkata, “Terima kasih.” “Ting, ternyata kamu hebat,” kata Surya. “Iya, kami jadi malu. Maaf ya, kami selama ini suka mengejekmu,” kata Tomi. “Mulai sekarang kami tidak akan memanggilmu ‘Iting’ lagi. Ferdinand tersenyum, “Oh, jangan! Aku suka kok, dipanggil Iting. Lagipula aku sudah terkenal dengan panggilan Iting. Kalau namaku dirubah lagi, kepopuleranku bisa hilang, dong.” Anak-anak tertawa mendengarnya.
“Fer, apa resepnya menjadi juara?” tanya Surya. “Ini lho, resepnya,” Ferdinand menunjuk bibirnya, lalu memamerkan senyman lebar yang lucu. Teman-temannya kembali tergelak. Itulah Ferdinand, ia memiliki sejuta kesabaran dan senyuman menghadapi teman-temannya yang bandel, dan itu membuatnya semakin disayangi teman-temannya.
Semoga bermanfaat buat teman-teman semua..... ^_^
No comments:
Post a Comment